Blogger-Info © 2014 | Facebook Twitter Google+
Powered By : Blogger

Minggu, 26 Oktober 2014

Dalam Artikel ini saya Coba Share beberapa Contoh - Contoh Novel, dan sebagai Contoh pertama Saya Tuliskan salah Satu Dulu yang Berjudul Tentang Sahabat, dan Novel yang lainnya, Anda Bisa Cari Di sini :




Cahaya mentari pagi menyinari sebuah kota kecil yang indah dan damai. Setiap pagi, udara selalu terasa sejuk. Terdapat satu pasar tradisional yang cukup besar. Setiap pagi, pasar tersebut selalu dipenuhi ibu-ibu yang berbelanja bahan pangan. Tak lama kemudian, jalan-jalan mulai sesak dipenuhi oleh kendaraan, baik yang beroda dua maupun yang beroda empat. Kota ini tidak memiliki terminal bus, sehingga kebanyakan warganya berangkat bekerja dengan menggunakan kendaraan roda dua. Ada juga yang menggunakan angkot. Anak-anak berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki atau bersepeda.

Kota ini hanya memiliki satu sekolah besar yang terdiri dari empat lantai. Lantai pertama untuk siswa SD, lantai kedua untuk siswa SMP dan lantai ketiga untuk siswa SMA. Sedangkan di lantai paling atas terdapat sebuah perpustakaan sekolah dan sebuah aula besar yang biasa digunakan untuk acara-acara sekolah. Sekolah tersebut bila dilihat dari atas berbentuk huruf U kotak yang menghadap ke utara. Di bagian tengah terdapat lapangan rumput besar yang sekaligus digunakan sebagai lapangan untuk upacara setiap hari senin. Sedangkan di sebelah selatan sekolah terdapat sebuah gudang yang berpagar cukup tinggi dan lahan parkir di sebelahnya.
Setiap kelas memiliki desain interior yang sama, yaitu dua puluh meja dan bangku untuk berdua yang berjajar menghadap papan tulis besar. Masing-masing meja memiliki laci untuk meletakkan buku dan sebagian besar sudah dicoret-coret oleh anak-anak menggunakan cairan penghapus pulpen. Di atas papan tulis terdapat patung garuda dan foto presiden dan wakil presiden di sebelah kanan dan kirinya. Meja guru terletak di sebelah pojok kelas dan terdapat kalender tahun 1997 di belakangnya. Jendela-jendela besar untuk ventilasi terletak di sisi kiri kelas bila dilihat dari meja murid.
Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh pagi. Anak-anak mulai memadati kelas. Di lantai dua, terdapat banyak kelas untuk murid SMP kelas satu, dua, dan tiga. Beberapa anak datang lebih pagi untuk menyalin PR. Kebanyakan murid-murid perempuan berkumpul di pojok kelas untuk bergosip ria. Sedangkan para murid laki-laki bergurau dengan saling melempar kertas dan kapur tulis. Kemudian saat-saat yang tidak ditunggu telah tiba. Bel sekolah berbunyi dengan sangat nyaring, menandakan dimulainya pelajaran.
Tak lama kemudian, seorang guru tampan beralis tebal dan menjadi idaman murid-murid perempuan di sekolah masuk ke kelas 1 – C . Pak Tri namanya. Tidak heran ia menjadi idaman karena tekstur wajahnya yang hampir mirip dengan bintang film India. Pelajaran yang dia beri menjadi momok yang mengerikan selama dua jam pelajaran bagi para murid, murid laki-laki tentunya.
Kurang lebih lima belas menit kemudian, terdengar ketukan di pintu kelas. Terlihat seorang guru BP yang sudah agak tua dengan rambutnya yang memutih berdiri di sana. Ibu Heni namanya. Beliau adalah guru BP paling sabar di sekolah ini. Di sampingnya berdiri seorang anak laki-laki 12 tahun. Rambutnya hitam lurus dan wajahnya bersih. Tubuhnya sedikit kurus dengan seragam SMP putih biru yang baru dan rapi. Tas hitam selempang yang ia gunakan tampak sudah lama sekali dipakai, terlihat beberapa helai benang yang menggantung dari samping tas. Ia terlihat sangat tegang layaknya anak yang baru saja pertama kali masuk ke kelas.

Pak Tri segera menyambut Ibu Heni dan anak tersebut di depan pintu kelas. Setelah berbincang-bincang sejenak, Pak Tri mempersilakan anak tersebut masuk.

“Nah, anak-anak, kita kedatangan teman baru, namanya Andhika Wibowo. Ia dari luar kota dan baru saja pindah ke sekolah ini. Semoga kalian bisa cepat berkenalan dengan dia.”

Andhika sesekali menunduk ke bawah menghindari tatapan anak-anak di dalam kelas. Sifatnya memang pemalu dan juga introvert.

“Silakan pilih tempat duduk. Ada beberapa yang kosong.”

Andhika memilih tempat duduk kosong di paling belakang. Saat berjalan menuju ke belakang, banyak anak yang bisik-bisik mengomentarinya. Ada yang bisik-bisik dia cakep, ada yang bisik-bisik dia pendiam, ada yang bisik-bisik mengomentari tas dan sepatunya yang butut, dan juga ada yang bisik-bisik merencanakan sesuatu yang iseng untuk Andhika. Salah satunya adalah Gondo.
Sejak masih SD, Gondo sudah dikenal oleh guru dan teman-temannya sebagai muridpaling nakal di sekolah. Ia memang pandai dalam berolahraga, terlihat dari tubuhnya yang tegap dan tinggi serta warna kulitnya yang sawo matang karena sering terbakar matahari. Rambutnya selalu ia potong cepak. Wajahnya menunjukkan wataknya yang keras dan berjiwa pemimpin. Ia sangat lemah dalam urusan pelajaran sekolah. Beruntung sekali, dua orang sahabat dekatnya, Yoga dan Fandi selalu setia membantunya sehingga nilainya masih cukup untuk membuatnya naik kelas.
Yoga sama tingginya dengan Gondo, tapi tubuhnya sangat kurus. Rambutnya hitam keriting, matanya sayu dan di wajahnya terlihat jelas lekuk pipinya yang kurus. Untuk urusan pelajaran, ia berkebalikan dengan Gondo. Nilai-nilainya selalu memuaskan dan Gondo selalu menyalin PRya ataupun menconteknya saat tes. Ia juga pandai berolahraga seperti badminton dan sepak bola. Sayangnya, ia kurang pandai mengekspresikan dirinya. Sahabat yang satu lagi, Fandy, bertubuh kecil dan sangat lincah. Ia selalu menjadi andalan Gondo saat bermain sepak bola, melewati pemain demi pemain di depannya dengan sangat mudah. Ia adalah anak yang periang dan suka bercanda. Tapi seringkali candaannya membuat Gondo marah. Melihat Gondo marah, Fandy tetap cuek saja, karena ia berpikir suatu saat kemarahannya pasti akan berlalu dan mereka akan berbaikan kembali.

“Hei Fan, menurutmu anak itu berasal dari mana ya? Kenapa bisa pindah di tengah-tengah catur wulan begini?”, bisik Gondo kepada Fandy yang duduk di sebelahnya.

“Mana aku tahu. Coba tanya saja langsung ke dia. Tapi tampaknya dia pendiam sekali.”, kata Fandy sambil menoleh ke arah Andhika.

“Mungkin di sekolahnya yang lama dia nakal sekali, jadi ia dihukum lalu dikeluarkan dan pindah ke sini.”, Gondo langsung mengambil kesimpulan.

“Ooo… mungkin juga. Seperti kamu yang sering dihukum.”, mendengar kata-kata Fandy, Gondo langsung menjitak kepalanya, “Ngawur kamu!”. Fandy mengusap-usap kepalanya meringis kesakitan. Walaupun pukulan Gondo ringan, tapi tenaganya cukup kuat baginya.

“Eh, biasanya anak baru harus selalu mengikuti ospek kan?”, kata Gondo disertai senyum licik. Fandy juga tersenyum dan langsung mengerti maksudnya.

“Jadi, apa rencanamu Gon?”.
Hari terasa sangat panjang. Matahari bersinar sangat terik saat sekolah membunyikan loncengnya, menandakan delapan jam pelajaran telah berlalu dan anak-anak diperbolehkan pulang. Andhika tidak langsung pulang, melainkan menuju ke ruang BP, dimana Ibu Heni telah menunggunya. Ia harus menyelesaikan urusan administrasi perpindahan sekolah dari sekolah lama ke sekolah baru.

“Nak, tadi saat pertama masuk kelas, tampaknya kamu sedikit tegang ya?”, tanya Ibu Heni dengan lembut. Andhika hanya mengangguk-anggukkan kepala saja.

“Tidak perlu tegang begitu nak. Di sekolah ini, anak-anaknya baik-baik koq. Kamu pasti cepat dapat teman baru. Guru-gurunya juga baik.”, senyum menghiasi wajah Ibu Heni, tapi tak membuat Andhika merasa terhibur.

“Kamu takut masalah ayahmu tersebar di sekolah ini nak?”

Andhika mengangguk pelan.

“Jangan khawatir, nak. Walaupun guru-guru dan anak-anak tahu akan hal itu, Ibu rasa mereka tidak akan mempermasalahkannya. Waktu ibumu memberitahukan masalah ini, Ibu juga biasa saja dan mau mengerti koq. Jadi, tenang saja ya.”, hibur Ibu Heni sambil mengusap kepala Andhika dengan lembut. Andhika tersenyum kecil mendengarnya.
Setelah selesai menyelesaikan masalah administrasi, mereka berdua segera pulang. Sekolah sangat sepi karena para guru dan murid sudah pulang lebih dulu dan hanya menyisakan beberapa petugas kebersihan dan satpam yang sedang nongkrong di warung depan sekolah. Andhika menyempatkan diri mampir terlebih dulu ke toilet. Toilet untuk pria ada di sebelah ujung timur sekolah. Sedangkan toilet wanita ada di arah berlawanan.

Saat menuju ke toilet dan melewati kelas 1-A, ia berhenti sebentar dan melihat satu orang anak laki-laki yang sedang memasukkan buku ke dalam tasnya, bersiap-siap untuk pulang. Wajahnya yang baby face memperlihatkan bahwa ia adalah anak yang periang. Postur tubuhnya hampir sama dengan Andhika, hanya saja tubuhnya sedikit lebih berisi dibandingkan dengan Andhika. Merasa dilihat oleh seseorang, anak tersebut menoleh ke arah Andhika. Andhika dengan cepat membuang muka dan bergegas menuju ke toilet.

Toilet pria sangat tidak terawat. Karena lampu rusak, toilet menjadi gelap dan hanya terdapat cahaya remang-remang yang berasal dari pintu masuk. Di dalamnya terbagi menjadi kamar-kamar kecil berpintu untuk buang air kecil. Karena sudah di ujung tanduk, Andhika pun memberanikan diri untuk masuk dan langsung menuju ke salah satu kamar kecil, walaupun jantungnya berdegup kencang karena takut kegelapan. Ia sengaja tidak menutup pintu kamar kecil tersebut supaya tidak gelap total.

Saat sedang buang air kecil, tiba-tiba pintu kamar kecil terbanting dan menutup dengan sendirinya! Andhika kaget dan secara spontan berbalik berusaha membuka pintu, tapi pintu tersebut tertahan dari luar. Pintu kamar kecil tersebut hanya bisa dibuka ke arah dalam, sedangkan dari luar kamar kecil, terdapat sapu yang gagangnya dikaitkan di pegangan pintu dan membuat pintu tertahan. Ia sempat mendengar tawa anak lelaki dan beberapa langkah sepatu berlari keluar dari toilet.

“HEI! Siapa di sana?! Buka pintunya!!”, Andhika berteriak marah sambil mendobrak-dobrak pintu. Suara langkah sepatu tersebut perlahan-lahan menghilang. Andhika masih tetap mendobrak-dobrak pintu, berusaha untuk keluar.

“Buka pintunya!! Kurang ajar!!”

Andhika terus mendobrak dan akhirnya kelelahan. Ia hanya bisa duduk dan menangis pelan. Pintu tertutup sehingga tidak ada seberkas cahaya pun masuk ke dalam kamar kecil. Andhika mulai takut dengan kegelapan total di dalam sana.
Saat kelihatannya sudah tidak ada harapan lagi, Andhika tiba-tiba mendengar suara sapu yang terjatuh di lantai. Pintu kemudian sedikit terbuka dengan suara pintu yang sudah berkarat. Andhika merasa heran karena tidak ada suara langkah sepatu sama sekali saat sapu terjatuh. Ia segera berdiri dan membuka pintu perlahan-lahan, mengintip dari balik pintu. Ia lihat ke kanan dan ke kiri, di dalam kegelapan dengan cahaya yang samar, sama sekali tidak ada tanda-tanda orang masuk ke toilet. Andhika langsung merinding, bulu kuduknya berdiri. Ia langsung mengambil langkah seribu keluar dari toilet.
Setelah keluar dari sekolah, ia segera pulang dengan berjalan kaki. Karena Jarak dari sekolah ke rumahnya tidak begitu jauh, ia lebih memilih jalan kaki sendirian. Lagipula, ia tidak bisa mengendarai sepeda. Dalam perjalanan pulang, ia melewati sebuah warung di depan sekolah yang di dalamnya terdapat Gondo, Yoga, dan Fandy sedang makan siang. Mereka duduk menghadap arah dalam warung sehingga tidak menyadari bahwa Andhika sudah lewat di belakang mereka.

“Eh, Gon. Menurutmu tidak apakah meninggalkan Andhika sendirian? Di dalam toilet kan gelap sekali.”, tanya Fandy khawatir memikirkan Andhika.

“Ah biarkan saja dia di sana. Sebagai latihan supaya dia terbiasa di sekolah ini. Terutama bau toiletnya. Hihihi…”, kata Gondo sambil terkekeh-kekeh. Yoga hanya diam saja.

“Tapi sudah tidak ada orang lagi di sana. Bagaimana kalau tidak ada yang masuk lagi ke sekolah dan menemukan dia? Nanti malah dia harus tinggal di sana hingga besok pagi.”

“Hmmm… iya juga ya. Ternyata otakmu bisa jalan juga ya Fan.”

“Tentu saja otaknya jalan, kan dia juga terkadang memberimu contekan saat tes”, sahut Yoga dengan suara datarnya. Mendengar kata-kata Yoga, Gondo langsung menjitak kepalanya. “Huh, diam kamu!”, Yoga hanya bisa meringis kesakitan.

“Ya udah, selesai makan kita langsung ke toilet membebaskan dia. Nanti setelah aku buka pintunya, kita harus langsung kabur ya, supaya tidak ketahuan kalau kitalah yang menahan pintu dengan sapu.”, kata Gondo memperingatkan Yoga dan Fandy. Setelah makan siang, Gondo dan Fandy segera menuju ke toilet, sedangkan Yoga pulang terlebih dulu karena ia harus mengikuti les matematika di rumah.
Langkah mereka terhenti saat mereka berada di depan pintu toilet. Mereka melihat pintu yang seharusnya tertahan malah terbuka dengan sapu yang terjatuh di depannya. Gondo dan Fandy terpaku sesaat, kemudian saling berpandangan. Suasana toilet yang gelap dan seram kemudian memberi mereka asumsi bahwa yang membuka pintu tersebut adalah… HANTU!! Mereka langsung lari terbirit-birit meninggalkan sekolah.

-End-

Terima Kasih telah membaca Catatan di atas,

★ yang Di buat : Pada hari ★ Minggu, 26 Oktober 2014 ★ Pukul : ☞ Dengan Judul : ★

Tentang sahabat

★ Penulis :
Perlu di Ketahui:
 Catatan ini di buat oleh Operator Warnet COPAS dari
Dokumen Microsoft Office Word (Tugas Pengunjung Warnet),
yang kebanyakannya sudah langsung di Print Out,,
Catatan ini Hanya untuk Archive Data/Dokumen
dari para Pengunjung Warnet,
ada juga Data dari Hasil Kerja Operator
dalam melayani Konsumen yang datang,
hanya sebagai Bahan dasar Pengerjaan Tugas,
bilamana suatu saat nanti di butuhkan kembali,
dan sebagai Bahan Pembelajaran untuk Semuanya.
                        
Semoga bermanfaat..(^_^)

0 komentar:

Posting Komentar

Facebook

DAFTAR ISI
Total Kunjungan